Sehat adalah salah satu ni’mat yang diberikan oleh Allah kepada
hambanya… dengan ni’mat sehat kita bisa melakukan segala aktivitas.
Dengan ni’mat ini juga lah kita bisa beribadah kepada Allah.. konon,
Rasulullah hanya dua kali sakit. yaitu tatkala menerima wahyu pertama.
ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangat karena malaikat jibril
menampakkan wujud aslinya sehingga menimbulkan demam hebat. Yang
satunya lagi menjelang beliau wafat.Saat itu beliau mengalami sakit yang
sangat parah, hingga akhirnya meningg
Dari situ kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya rasulullah
mempunyai fisik sehat dan daya tahan luar biasa. padahal kita tau di
jazirah Arab sana cuacanya sangat panas, tandus dan kurang bersahabat.
Siapa pun yang mampu bertahan puluhan tahun dalam kondisi tersebut, plus
berpuluh kali peperangan yang dijalaninya, pastilah memiliki daya tahan
tubuh yang hebat.
Mengapa Rasulullah SAW jarang sakit? Pertanyaan ini menarik untuk
dikemukakan. Secara lahiriah, Rasulullah SAW jarang sakit karena mampu
mencegah hal-hal yang berpotensi mendatangkan penyakit. Dengan kata
lain, beliau sangat menekankan aspek pencegahan daripada pengobatan.
Jika kita telaah Alquran dan Sunnah, maka kita akan menemukan sekian
banyak petunjuk yang mengarah pada upaya pencegahan. Hal ini
mengindikasikan betapa Rasulullah SAW sangat peduli terhadap kesehatan.
Dalam Shahih Bukhari saja tak kurang dari 80 hadis yang membicarakan
masalah ini. Belum lagi yang tersebar luas dalam kitab Shahih Muslim,
Sunan Abu Dawud, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad, dsb.
Ada lima cara Rasulullah menjaga kesehatan
Pertama, selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang masuk ke mulut beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan thayyib (baik). Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan thayyib
berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi
tidaknya makanan yang dikonsumsi. Salah satu makanan kegemaran Rasul
adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk
membersihan air lir dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya kalian
menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran” (HR. Ibnu Majah dan
Hakim).
Kedua, tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan
sebelum kenyang. Aturannya, kapasitas perut dibagi ke dalam tiga bagian,
yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat
cair), dan sepertiga lagi untuk udara (gas). Disabdakan. ”Anak Adam
tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah
bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak
ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga
untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk
pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Ketiga, makan dengan tenang, tumaninah, tidak
tergesa-gesa, dengan tempo sedang. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini
akan menghindarkan tersedak, tergigit, kerja organ pencernaan pun jadi
lebih ringan. Makanan pun bisa dikunyah dengan lebih baik, sehingga
kerja organ pencernaan bisa berjalan sempurna. Makanan yang tidak
dikunyah dengan baik akan sulit dicerna. Dalam jangka waktu lama bisa
menimbulkan kanker di usus besar.
Keempat, cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur
di awal malam dan bangun pada pertengahan malam kedua. Biasanya,
Rasulullah SAW bangun dan bersiwak, lalu berwudhu dan shalat sampai
waktu yang diizinkan Allah. Beliau tidak pernah tidur melebihi
kebutuhan, namun tidak pula menahan diri untuk tidur sekadar yang
dibutuhkan. Penelitian Daniel F Kripke, ahli psikiatri dari Universitas
California menarik untuk diungkapkan. Penelitian yang dilakukan di
Jepang dan AS selama 6 tahun dengan responden berusia 30-120 tahun
mengatakan bahwa orang yang biasa tidur 8 jam sehari memiliki resiko
kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa
tidur 6-7 jam sehari. Nah, Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk
kemudian bangun malam. Jadi beliau tidur tidak lebih dari 8 jam.
Cara tidurnya pun sarat makna. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi
mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan memiringkan tubuh ke arah kanan,
sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa berat. Terkadang
beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar, untuk kemudian
kembali ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling
efisien. Pada saat itu makanan bisa berada dalam posisi yang pas dengan
lambung sehingga dapat mengendap secara proporsional. Lalu beralih ke
sebelah kiri sebentar agar agar proses pencernaan makanan lebih cepat
karena lambung mengarah ke lever, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah
kanan hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat tersuplai dari
lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan miring ke kanan menyebabkan beliau
lebih mudah bangun untuk shalat malam.
Kelima, istikamah melakukan saum sunnat, di luar
saum Ramadhan. Karena itu, kita mengenal beberpa saum sunnat yang beliau
anjurkan, seperti Senin Kamis, ayyamul bith, saum Daud, saum
enam hari di bulan Syawal, dsb. Saum adalah perisai terhadap berbagai
macam penyakit jasmani maupun ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga
kesehatan, melebur berbagai berbagai ampas makanan, manahan diri dari
makanan berbahaya sangat luar biasa. Saum menjadi obat penenang bagi
stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap terjaga. Saum sangat
ampuh untuk detoksifikasi (pembersihan racun) yang sifatnya total dan
menyeluruh.
Selain lima cara hidup sehat ini, masih banyak kebiasaan Rasulullah SAW yang layak kita teladani. Dalam buku Jejak Sejarah Kedokteran Islam,
Dr Ja’far Khadem Yamani mengungkapkan lebih dari 25 pola hidup Rasul
berkait masalah kesehatan, sebagian besar bersifat pencegahan. Di
antaranya cara bersuci, cara ”memanjakan” mata, keutamaan berkhitan,
keutamaan senyum, dsb.
Yang tak kalah penting dari ikhtiar lahir, Rasulullah sangat mantap
dalam ibadah ritualnya, khususnya dalam shalat. Beliau pun memiliki
keterampilan paripurna dalam mengelola emosi, pikiran dan hati.
Penelitian-penelitian terkini dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa
kemampuan dalam memenej hati, pikiran dan perasaan, serta ketersambungan
yang intens dengan Dzat Yang Mahatinggi akan menentukan kualitas
kesehatan seseorang, jasmani maupun ruhani.
0 komentar:
Posting Komentar